Kewenangan mencabut Perda, MA atau Mendagri? *Tinjuaun Yuridis berdasrkan UU Nomor 12/2011 dan UU Nomor 23 Tahun 2014
Indonesia kambali lagi dihadapkan
pada subuah permasalahan hokum yang saya anggap sebagai sebuah permasalahan
serius, dimana Kementerian Dalam Negeri membuat sebuah kebijakan yang sangat
kontroversial dengan mencabut kurang lebih 3.143 Peraturan Daerah.
Permasalahan yang dapat timbul dari kebijakan
tersebut dapat mempengaruhi independensi dari Pemerintah Daerah serta
mencederai kebijakan otonomi daerah, kecuali dalam mengelola selain dari
batassan yang telah diberikan oleh undang-undang yaitu terkait bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta
kewenangan bidang lain.[1]
Selain itu Permasalahan ketidak pastian
hokum yang timbul adalah dampak dari tidak harmonisnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang- undangan sehingga negara dihadapkan pada suatu
kondisi ketidak pastian hokum.
Jika ditinjau dari sisi hokum tata negara,
sebagai sebuah lembaga eksekutif, Kementerian dalam negeri wajib melaksankan
tugas dan tidak boleh melampaui kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang.
Dalam melakukan pencabutan terhadap 3.143 Peraturan Daerah tersebut, Kementerian
dalam Negeri berpedoaman pada Pasal 251 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Bahwa dalam pasal tersebut disebutkan “Perda Provinsi dan peraturan Gubernur yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri.” Secara
clear memang disebutkan dalam pasal tersebut bahwa memberikan kewenangan kepada
Menteri sebagai lembaga eksekutif untuk dapat mencabut Perda yang bertentangan
dengan norma, kepentingan umum serta kesusilaan.
Namum apakah lembaga eksekutif
dapat melaksanakan hal tersbut sedangkan dalam hirarki peraturan perundangan
dimana UUD 1945 sebagai aturan yang memiliki hirarki paling tinggi memberikan
kewenangan kepada lembaga Yudikatif sesuai dengan Pasal 24A UUD 1945, untuk
menguji legalitas peraturan perundang-undangan di bawah UU (termasuk peratruan daerah) terhadap UU
atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi oleh MA. Sedangkan untuk
pengujian UU terhadap UUD dilakukan Mahkamah Konstitusi (judicial review).
Turanan dari ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 9 ayat (2) UU No 12 Tahun 2011 tentang
Peraturan Perundang- undangan yang menyebutkan bahwa “Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan
di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung.” Bahwa terdapat sebuah pertentangan aturan
terhadap proses peraturan pencabutan sebuah Peraturan di bawah Undang-Undang. Terdapat
pula dalam kewenangan yang disebutkan dalam pasal 31 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Menurut Prof Mahfud MD walaupun
posisi UU tersebut sejajar namum perlu untuk memperhatikan rezim
pembentukannya, dimana UU Nomor 23 Tahun 2014 merupakan rezim hokum
Pemerintahan Daerah sedangkan UU Nomor 12 Tahun 2011 merupakan rezim hokum
perundangan-undangan, dan yang lebih kuat untuk diikuti adalah ketentuan UU No
12 Tahun 2011 yang menentukan, pengujian legalitas atas perda hanya bisa dilakukan
oleh MA melalui perkara judicial review. UU No 12 Tahun 2011 lebih kuat karena
merupakan derivasi langsung dari ketentuan Pasal 24A UUD 1945 meskipun secara
hirarki kedudukannya sejajar.
Seharusnya pembentuk UU No 23 Tahun 2014 tunduk
pada ketentuan konstitusi bahwa pembatalan atau pencabutan Perda karena
bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi hanya bisa
dilakukan melalui judicial review oleh MA, bukan oleh Menteri atau Gubernur.
Pembentuk UU tidak boleh mencampur aduk antara kewenangan yudikatif dan
pengawasan administratif.
Bahwa secara tidak langsung pasal 251 UU Nomor 23
Tahun 2104 tetang Pemerintahan Daerah bertentangan dengan Pasal 24A UUD 1945 (Asas lex superior derogat legi inferior) yang
mendelegasikan kewenangan tersebut kepada MA untuk melakukan review terhadap
Peraturan Daerah.
[1] Kewenangan di
bidalan lain sebagai mana di maksud adalah kebijakan tentang perencanaan
nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi, dan standarisasi nasional
Ayo....bagusin lg cara nulisnya
BalasHapussiap bang, mohon bimbingan, hehe
Hapus